Pages

Sunday 29 September 2013

Minangkabau “Pewarisan Harta Pusaka”




Image


Kebanyakan kita berasumsi bahwa dengan mengaplikasikan matrilineal sistem, masyarakat minagkabau berupaya untuk meningkatkan derjat kaum perempuan. Karena garis keturunan masyarakat turun temurun berdasarkan garis keturunan ibu. Tapi apakah benar demikian? Benarkah masyarakat minagkabau menempatkan wanita pada posisi teratas?bagaimana dengan kedudukan Bundo Kanduang? Atau sbenarnya matrilineal system ini di aplikasikan untuk memberikan keterbatasan kepada wanita untuk berekspressi dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Pertama tama yang harus dilakukan adalah membedakan antara matrilineal, patrinineal, dan patriarki. Masyarakat matrilineal, tidak berarti tidak menganut konsep patriarki. Matrilineal dan patrilineal adalah sistem garis keturunan yang diturunkan dari generasi ke generasi berdasarkan garis keturunan ibu dan ayah. Sedangkan patriarki adalah sistem sosial dimana laki-laki menjadi pusat organisasi sosial yang memegang otoritas. Bagaimana dengan sistem matrilineal di minangkabau? Pengaplikasian sistem matrilineal di minangkabau mempengaruhi beberapa askpek kehidupan sosial masyarakat. Sistem ini mempengaruhi sistem penurunan harta pusaka, pernikahan, dan sistem kekerabatan lainnya.

Kebanyakan kita berpendapat bahwa menjadi anak perempuan dalam masyarakat Minagkabau adalah suatu keberuntunngan besar, karna harta akan jatuh ke tangan kaum perempuan. Tapi pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Kenapa demikinan? Karna harta yang diturunkan kepada kaum perempuan tidak akan pernah di miliki oleh perempuan itu sendiri. Harta pusako yang diturunkan dari mamak ke kemenakan bukanlah harta yang bisa dimiliki oleh perempuan, karna harta tersebut milik kaum yang tidak dapat di perjual belikan, dan harta tersebut tidak bisa dimiliki pribadi/individu. Harta ini berupa sawah, ladang, kolam ikan, pekuburan, tanah ulayal, langgar, dan lainnya. Namun harta tersebut digunakan sebagai jaminan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu tidak lah tepat kiranya jika kita berasumsi bahwa wanita di minagkabau akan mendapatkan harta dari kaum tua mereka, karna perempuan pada dasarnya tidak mendapatkan harta.

Harta pusaka minagkabau terbagi dua, yaitu harta pusaka tinggi yang tidak di ketahui lagi asal usulnya. Harta ini adalah harta kaum yang tidk bisa dimiliki secara individu, dan penurunannya pun dari mamak ke kemenakan. Kedua adalah harta pusaka rendah, harta ini merupakan harta hasil pencarian dari orang tua selama masa perkawinan dan juga mamak yang kemudian dijadikan cadangan harta yang akan menambah harta pusaka tinggi. Apabila harta tersebut di hasilkan oleh orang tua semasa perkawinan, maka harta tersebut akan dibagi dua antara kaum si bapak san ibu.

Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa pernyataan bahwa harta jatuh ke tangan perempuan tidak sepenuhnya benar, karna harta tersebut merupakan milik kaum yang tidak bisa dibagi-bagi. Tidak benar adanya bahwa mengaplikassian sistem matrilineal di minagkabau di tujukan untuk menempatkan perempuan pada posisi teratas susunan masyarakat. Tidak benar adanya jika harta kaum diturunkan secara turun temurun kepada perempuan. Salah satu yang jelas-jelas diwariskan kepada perempuan adalah suku yang bertujuan untuk mengidentifikasi kaum golongannya.

Jika benar perempuan mendapatkan harta dari para pendahulunya, kenapa masarakat minagkabau memakai istilah penurunan harta yang “diturunkan dari mamak dan kemenakan”. Seperti yang kita ketahui, seorang mamak haruslah seorang laki-laki, itu berarti harta tersebut diturunkan kepada laki-laki kepada laki-laki yang kemudian digunakan untuk kepentingan kaum.


sumber dari: myfeministthought.wordpress.com

1 comment:

  1. Terima kasih atas perkongsian. Saya masih cuba memahami adat orang Minang. Cuma saya nampak orang perempuan seolah-olah mempunyai kuasa yang lebih ke atas harta pusaka.

    ReplyDelete