Pages

Saturday, 24 August 2013

Menjaga Hati dari Prasangka Negatif






Berprasangka negatif sudah menjadi kebiasaan buruk yang tanpa disadari telah mewarnai pikiran dan hati manusia. Salah satu sifat manusia yang hingga kini masih mewarnai pergaulan adalah seseorang lebih mudah dan menyenangkan menceritakan hal-hal negatif tentang orang lain daripada yang positif (Marpaung, 2005). Apalagi bagi seseorang yang gemar menonton infotainment di televisi, pikiran mereka menjadi terasah untuk memikirkan keburukan orang lain.

Satu contoh yang mudah dan sering dialami adalah pada saat menunggu teman yang membuat janji. Misalkan saja si teman tersebut datang terlambat. Biasanya sambil menunggu si teman muncul pikiran negatif, “dasar si tukang ngaret, kerjaannya ngaret terus..”, sumpah serapah mungkin akan keluar dari mulut. Akibatnya waktu menunggu tersebut akan habis dengan pikiran jelek, sumpah serapah, amarah dan mungkin do’a yang buruk pula. Sungguh waktu luang yang sia-sia karena habis untuk aktivitas negatif. Pikiran dan hatinya penuh dengan hal negatif yang sesungguhnya tidak ada manfaatnya.

Dalam kehidupan sosial contoh kasus prasangka negatif akan sangat banyak ditemui. Tak jarang pula, hal ini yang memicu perkelahian antar penduduk. Bahkan puncaknya bisa berakibat tindak kekerasan yang berakhir dengan munculnya korban jiwa. Hal seperti ini pernah terjadi di sampit, Kalimantan timur, dimana terjadi perkelahian antara warga pribumi dengan warga pendatang asal Madura.

Allah Subhanahu wata’ala telah mengingatkan mukmin di dalam Al Qur’anul Karim mengenai prasangka negatif ini.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Dalam tafsirnya, ibnu katsir ra. mengatakan bahwasanya Allah SWT melarang mukmin untuk berprasangka negatif tentang suatu keluarga dan orang lain pada umumnya. Kecurigaan atau prasangka negatif ini dilarang apabila dilakukan tanpa dasar yang jelas. Umar bin khatab ra. berkata “jangan pernah berpikir negatif terhadap perkataan yang dikeluarkan oleh saudara seiman, selama dapat menemukan alasan yang baik untuk itu. Maksud khalifah umar ra. adalah seorang mukmin tidak boleh berprasangka buruk atas apa yang terjadi pada saudaranya. Mukmin tersebut harus mengalihkan pikirannya agar tidak berpikir negatif dengan jalan mencari alasan yang baik.

Rasulullah SAW. Bersabda: “waspadai prasangka buruk, prasangka adalah sejelek-jeleknya pernyataan palsu. Jangan mengintai kesalahan orang lain, jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan dengki satu sama lain, jangan iri hati terhadap satu sama lain, jangan membenci satu sama lain, dan jangan mengelakkan satu sama lain. Dan wahai hamba Allah, jadilah kalian bersaudara!” (HR Mutafaqun ‘alaih dan abu dawud).
Mencegah diri dari segala prasangka negatif haruslah menjadi suatu bagian dari prinsip hidup seorang mukmin. Telah jelas petunjuk yang Allah SWT dan Rasul-Nya berikan mengenai larangan perbuatan hati yang satu ini. Tali persaudaraan akan rusak ketika prasangka buruk ini mendominasi pikiran seorang mukmin. Dan jika prasangka buruk ini telah menjadi suatu kebiasaan maka sudah dapat dipastikan kehidupannya penuh dengan kegelisahan. Hari-harinya dihabiskan dengan memikirkan kesalahan orang lain. Hidup penuh dengan kecurigaan dengan sesama adalah hidup yang penuh dengan penderitaan.


sumber dari: anggitpramana.com

No comments:

Post a Comment